Kamis, 05 Desember 2013
OTORITAS JASA KEUANGAN
Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi sudah harus terbentuk pada tahun 2010. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai suatu lembaga pengawasan sektor keuangan di Indonesia yang perlu diperhatikan, karena ini harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK tersebut.
Dari pengalaman krisis moneter yang terjadi pada 1997, krisis finansial global 2008, dan krisis yang menimpa zona Euro 2010, industri keuangan diprediksi akan mengalami kondisi sangat buruk. Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter dibutuhkan untuk menyelamatkan perekonomian. Besar kemungkinan krisis keuangan mengancam Indonesia. Pada akhir 2011, sebagai upaya reformasi sektor keuangan, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat mendirikan Otritas Jasa Keuangan (OJK). Kemudian, pada 22 November 2012, UU No 21 tentang OJK disahkan. Lembaga yang disebut independen ini akan berfungsi mulai 31 Desember 2012 dimana menggantikan fungsi, tugas dan wewenang pengaturan yang selama ini dilakukan oleh Kementerian Keuangan melalui Badan Pengawas Pasar Modal serta Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Kemudian di akhir tahun 2013, giliran fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia (BI) juga akan dialihkan ke OJK.
Posisinya, OJK akan tergabung dalam Forum Koordinasi Stabilitas Sektor Keuangan (FKSSK) bersama Kementerian Keuangan, BI dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). FKSSK merupakan protokol koordinasi untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. “FKSSK juga memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan untuk pencegahan ataupun menangani krisis,” ujar ekonom Sri Adiningsih dalam bukunya berjudul Koordinasi dan Interaksi Kebijakan Fiscal – Moneter : Tantangan ke Depan.
Mengapa diperlukan wasit baru?
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011, definisi OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana diatur dalam UU OJK. Muliaman D Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK menuturkan, selain karena ada titah UU, OJK dibentuk agar ada sistem kontrol dan pengawasan terhadap industri keuanganyang lebih lengkap dan menyatu. “Selama ini, banyak kasus yang muncul akibat dualisme pengawasan. Terdapat wilayah abu-abu yang biasanya dimanfaatkan dengan tujuan tertentu yang pada akhirnya merugikan nasabah,” jelasnya. Dengan dibentuknya OJK semua komunikasi pengawasan lembaga perbankan dan non-perbankan akan menjadi satu atap. “Artinya, tidak ada saling lempar tanggung jawab antarregulator seperti yang selama ini terjadi. Dalam menangani satu kasus yang sama tidak ada istilah kasus ini di bawah pengawasan BI atau sebaliknya itu menjadi tanggung jawab Bapepam-LK,” lanjutnya.
Fungsi OJK adalah:
1. Mengawasi aturan main yang sudah dijalankan dari forum stabilitas keuangan
2. Menjaga stabilitas sistem keuangan
3. Melakukan pengawasan non-bank dalam struktur yang sama seperti sekarang
4. Pengawasan bank keluar dari otoritas BI sebagai bank sentral dan dipegang oleh lembaga baru
Tujuan dalam pembentukan OJK:
Adapun tujuan utama pendirian OJK adalah: Pertama, meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa keuangan. Kedua, menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan. Ketiga, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan. Keempat, melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan. Selain itu ojk juga memiliki tujuan lain antara lain :
1. Untuk mencapainya, BI dalam melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan dengan mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
2. Mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis.
3. Menciptakan satu otoritas yang lebih kuat dengan memiliki sumber daya manusia dan ahli yang mencukupi.
Dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan, OJK mempunyai wewenang:
• Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi :
o Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
o Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
o Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank;
o Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan pemeriksaan bank.
• Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi :
o Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
o Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
o Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK
o Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
o Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
o Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
o Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
• Terkait Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi :
o Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
o Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
o Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
o Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
o Melakukan penunjukan pengelola statuter;
o Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
o Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
o Memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.
DAFTAR PUSTAKA
http://tugaaaass.blogspot.com/2012/07/otoritas-jasa-keuangan.html
( http://cwts.ugm.ac.id/2013/04/implikasi-pembentukan-otoritas-jasa-keuangan
-terhadap-pengaturan-dan-pengawasan-perbankan-indonesia/)
(http://dwisetiati.wordpress.com/2012/03/26/otoritas-jasa-keuangan)
http://just-for-duty.blogspot.com/2012/06/sekilas-mengenai-ojk-otorisasi-jasa.html
http://ekbis.sindonews.com/read/2012/12/25/90/700589/kelahiran-ojk-sejarah-baru-perekonomian-indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar