AL FARABI
Filosof politik Muslim
Pendahuluan
Setiap pemaparan tentang filsafat islam tidak bisa lepas dari dua
bagian penting yaitu filsafat teoretis (al hikmah al nazhariyyah) yang
berkaitan dengan hakikat segala sesuatu sebagaimana adanya. Filsafat ini
berkaitan dengan fisika, metafisika, dan psikologi. Kedua adalah Filsafat
praktis (al hikmah al’amaliyyah) yaitu segala sesuatu sebagaimana seharusnya. Filsafat ini
berhubungan dengan etika, ekonomi dan politik.
Al Farabi dikenal sebagai
guru kedua setelah Aristoteles. Dia adalah filosof pertama yang
menghadapkan, mempertalikan dan menyelaraskan Filsafat yunani klasik dengan
islam dan berupaya membuatnya dimengerti dalam konteks agama. Ada sedikitnya tiga alasan filsafat Al Farabi
ditampilkan : 1. Al Farabi adalah filosof politik islam par excellence. Terbukti filosof- filosof setelahya tak bisa
beranjak dari apa yang telah dikembangkan Al Farabi. 2. Para peneliti percaya
bahwa filsafat tokoh ini merpakan upaya yang cukup berhasil untuk
mengakomodasikan ajaran islam ke batang tubuh filsafat klasik. 3. Meskipun
cerminan abad pertengahan tetapi mengandung arti modern bahkan kontemporer (last but not least).
Biografi Al Farabi tidak tercatat dengan baik. Yang pasti dia
seorang keturunan Persia yang lahir di
Turki (Farab) pada tahun 258H/870M- 339H/950M. Ayahnya adalah seorang opsir
militer. Al Farabi menulis karangan lebih dari 70 buku. Karyanya yang paling
terkenal adalah al madinah al fadhilah (kota atau Negara utama). Fiksafat
politik Al Farabi, khususnya gagasan mengenai kota utama, mencerminkan
rasionalisme ajaran imamah dalam syiah. Al Farabi wafat didamaskus pada 950M
yang saat itu usianya sekitar 80 tahun.
Kosmologi dan Akal dalam filsafat Al Farabi
Emanasi Sebagai Basis Kosmologi
Kosmologi Al
Farabi bermula dengan proses penciptaan alam semesta yang mengambil bentuk
emanasi atau pancaran ilahi yang tersusun dalam hierarki- hierarki. Mulai dari
Allah yang tertinggi, hingga wujud yang paling rendah dari bagian alam semesta.
Menurut teori ini, wujud Allah sebagai wujud inteligensi akal mutlak yang barfikir
tentang dirinya sebelum ada wujud-wujud selainnya. Ini akan otomatis
menghasilkan akal pertama sebagai hasil
berfikirnya. Kemudian sebagai hasil berfikir sang akal pertama, maka
terpancarlah akal kedua. Proses ini berjalan secara terus- menerus hingga
sampai akal kesepuluh.
Selain terciptanya
akal-akal tersebut, proses ini juga menghasilkan terciptanya jiwa dan wadak
planet-planet. Akal kedua yang berfikir tantang Allah juga berfikir tantang
dirinya dan dari proses inilah tercipta jiwa dan wadak planet tertinggi yang
pertama yang disebut sebagai planet atau langit pertama. Selanjutnya proses
berfikir tentang dirinya sendiri dilakukan oleh akal ketiga hingga akal
kesepuluh denga hasil ciptaan secara berturut-turut jiwa dan wadak
bintang-bintang tetap, saturnus dan seterusnya, hingga tarcipta bulan sebagai
planet kesembilan dan bumi sebagai planet kesepuluh.
Berbeda dengan
planet lain, bumi tak lagi bersifat immaterial murni tetapi campuran antara
immaterial dan material. Dengan kata lain, semua wujud dibumi merupakan
gabungan antara materi (maddah) dengan forma (shurah) yang
bersifat immaterial. Untuk benda yang selama ini kita anggap mati, merupakan
gabungan dari materi dan ruh seperti disinggung diatas. Di bumi ini tak ada
materi mutlak atau akal atau ruh mutlak. Untuk benda mati, forma (shurah)
itulah akal atau ruhnya.
Akal dan Hierarki Maujud
Jiwa manusia
terdiri dari jiwa hewan dan jiwa tumbuhan. Setiap bagian dari jiwa ini
menyumbangkan pada natur manusia. Jiwa tumbuhan menyumbang aspek vegetatif (nutritif dan
apetitif) manusia. Sedangkan jiwa hewan menyumbankan aspek emosi (syahwat) padanya.
Akan tetapi manusia adalah manusia yang berfikir (a lhayawan al nahtiq).
Tingkatan terendah akal manusia adalah akal potensial. Setelah
mendapatkan stimulasi dari persepsi indriawi, kemudian diolah dibagian akal
yang lebih rendah, ia tertransformasikan menjadi akal actual. Ketika akal
manusia telah mencapai tingkat capaian dan bersifat sepenuhnya formal (forma),
terbukalah peluang untuk berhubungan dengan akal aktif yang juga sepenuhnya
bersifat formal. Pada saat inilah pencerahan oleh akal kesepuluh
mengaktualisasikan ilmu pengetahuan dan dengan demikian manusia menjadi tahu
tentang hal-hal yang belum diketahuimya pada tingkatan akal yang lebih rendah.
Kota Utama Al Farabi
Kota utama adalah
kota yang melalui perkumpulan yang ada didalamnya bertujuan untuk bekerja sama
dalam mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya. Kota utama ini diperintah
penguasa tertinggi yang benar-benar memiliki ilmu dan juga pengethuan. Ia mampu
membimbing dengan baik sehingga orang melakukan apa yang diperintahnya. Tidak
semua orang memiliki kapasitas untuk memimpin atau memandu orang lain atau
kalaupun memang memilikinya tak semua orang memiliki kemampuan menasehati. Ada
banyak orang yang memiliki keduanya atau hanya salah satunya , dan sebagian
orang malah tak memiliki keduanya.
Menurut al Farabi,
ada tiga kelompok orang dari segi kapasitas untuk memimpin atau untuk memandu
dan menasihati : penguasa tertinggi atau penguasa sepenuhnya, penguasa
subordinat yang berkuasa sekaligus dikuasai, dan yang dikuasai sepenuhnya.
dalam Kota utama, al Farabi membentuk asosiasi-asosiasi atau anggota-anggota
yang masing-masing berbeda antara satu dan lainnya. Setiap anggota melaksanakan
fungsinya sendiri yang khas(yang dikuasainya). Asosiasi-asosiasi tersebut
saling melengkapi satu sama lain.
Seorang pemimpin
harus memenuhi persyaratan untuk memimpin. Jika disuatu kota tidak menemukan
seseorang yang dapat memenuhi semua persyaratan, maka seseorang yang memenuhi
sebagian besar persyaratan dapat dijadikan pengasa terbaik kedua. Jika tidak
ada penguasa terbaik kedua, maka sekelompok orang yang memiliki semua
persyaratan dapat menjadi penguasa. Jika ini juga tidak ditemukan, maka
seseorang atau dua orang filosof atau lebih yang mampu menafsirkan dan
menerpkan hukum dapat dijadikan penguasa.
Fungsi dari kota
utama ini adalah sang pangeran mengelola kota sedemikiam rupa sehingga semua
bagian kota saling berkaitan serasi, serta sedemikian teratur sehingga semua
penduduk mampu bekerja sama untuk menyingkirkan berbagai keburukan dan
memperoleh kebaikan. Sedangkan tujuan Kota utama ini adalah untuk mendidik dan
menyempurnakan penduduk kota sehingga mereka mengetahui pengetahuan teoretis
dan dapat menjalani kehidupan kontemplatif.
Selain kota utama,
Al Farabi membagi Kota menjadi tiga :
1.kota jahiliyah, yaitu kota yang warganya tidak tahu kebahagiaan
sebenarnya. Kota ini di bagi menjadi enam:
a. Kota kebutuhan dasar, yaitu kota yang warganya bekerja untuk
memenuhi kebutuhan dasar dan kesehatan badan
b. Kota jahat, yaitu kota yang warganya bekerja sama untuk meraih kekeyaan
secara berlebih tetapi tidak mau membelanjakan hartanya kecuali untuk kebutuhan
badan.
c. Kota rendah, yaitu kota yang warganya memburu kesenagan dan
mementingkan hiburan dan hura-hura.
d. Kota kehormatan, yaitu kota yang warganya bertujuan untuk meraih
kehormatan, pujian dan kesenangan.
e. Kota despotik, yaitu kota yang bertujuan untuk berkuasa atas
orang lain dan mencegah orang lain berkuasa atasnya.
2. Kota Fasiq, yaitu kota yang sesungguhnya memahami kebahagiaan
sejati sebagaimana kota utama, tetapi mereka menolak untuk berbuat sesuai
pengetahuan dan keyakinan mereka.
3. Kota Sesat, yaitu kota yang menghendaki kebahagiaan akhirat
tetapi memiliki kepercayaan yang keliru atau sesat
Demokrasi dalam Filsafat Politik Al-Farabi
Kota demokrasi
adalah kota yang tujuan pendududknya adalah kebebasan dan dibiarkan apapun yang
dikehendakinya. Al-Farabi berpandangan bahwa kota demokratis merupakan satu
diantara enam kota jahiliyah. Tetapi Al-Farabi percaya bahwa membangun kota
utama dan menegakan pemerintahan orang bajik lebih efektif dan lebih mudah dengan menggunakan kota
demokratis. Al-Farabi menyebutkan bahwa lama kelamaan akan bermunculan
orang-orang bajik dari kota ini. Oleh sebab itu, menurut Al-Farabi kota seperti
ini memiliki kebaikan dan keburukan yang lebih besar dari kota jahiliyah
lainnya.
Demokrasi dalam Pandangan Plato dan Aristoteles
Plato berpendapat
tentang demokrasi ini bahwa masyarakat tidak becus dalam masalah plitik.
Masyarakat cenderung memberikan penilaian berdasarkan kebodohan dan dorongan
hati serta sentiment atau perasangka. Akibatnya akan muncul pemimpin-pemimpin
yang tidak becus. Penguasa sejati bukanlah orang-orang yamg memerintah
sedemikian rupa sehingga berdamai dengan iktikat baik rakyatnya dan juga bukan perang yang memerintah dengan
mehormati hukum. Penguasa sejati adalah orang yang tahu bagaimana memerintah.
Pengertian seperti itu terlalu tinggi untuk banyak orang dan demokrasi tidak
dan takdapat mengetahui apapun tentang memerintah atau berkuasa.
Aristoteles
bersepakat dengan plato tentang sifat negative dari demokrasi (ekstrim).
Menurutnya definisi kebebasan sebagai orang bebas hidup menurut kehendak
sendiri dan demi keinginan sendiri adalah tidak betul. Tetapi dalam karangannya
politic ia berpendapat :Rakyat, meskipun secara individual mereka hakim yang
tidak becus di bandingkan orang-orang yang berpengetahuan, secara kolektif baik
juga. Karena pihak yang banyak lebih tak dapat disuap dari pihak yang sedikit.
Al-Farabi dan Demokrasi
Ketika Al-Farabi
menulis bahwa “ dari kota demokratis lebih efektif dan jauh lebih mudah
dibangun kota utama dan ditegakkan orang bajik dibandingkan kota jahiliyah”.
Hal ini dapat dipahami bentuk apresiasi Al-Farabi terhadap kota ini. Al-Farabi
berpendapat bahwa kota ini menjadi kedua terbaik setelah kota utama. Sikap
Al-Farabi terhadap kota ini sangatlah jelas begitu pula penekananya dari sifat
ideal dari kota utama yang aristokrasi dan otokrasi. Bagaimanapun, pernyataan
yang dikutip diatas itu sendiri bersifat netral berkenaan dengan kebaikanya.
Kota tersebut menampung kecenderungan apapun yang buruk maupun yang baik dan
memberikan lebih banyak ruang bagi munculnya orana-orang bajik.
Pluralisme Masyarakat dan Agama dalam Filsafat Al-Farabi
Asosiasi dan Pengusa
“Masyarakat yang sempurna itu ada tiga jenis, yaitu: besar menengah
dan kecil. Yang besar adalah uni(kesatuan) yaitu semua masyarakat didunia yang
layak huni, yang menengah adalah kesatuan satu bangsa di satu bagian dari dunia
yang layak huni, yang kecil adalah kesatuan masyarakat suatu kota diwilayah
bangsa apapun”
Al
Farabi menyusun golongan asosiasi berdasarkan keterdahuluan funngsi-fungsi yang
ditampilkan serta daya imajinasi dan kearifan praktis yang dibutuhkan untuk melaksanakan
fungsi-fungsinya. Semakin tinggi suatu fungsi dalam rangkaianya, maka semakin
tinggi golongannya. Artinya, orang yang menggunakan hasilnya atau akhir dari
fungsi yang lain menjadi kepala/pemimpinnya. Diantara manusia yang menggunakan
fungsi yang sama ini, pemimpinlah yang harus memiliki daya imajinasi dan
kearifan praktis yang lebih kuat untuk melaksanakan fungsi ini. Berdasarkan
pemehaman akan realitas inilah dibangun struktur suatu asosiasi.
Asosiasi dan Pluralisme
Untuk
memahami bagaimana hubungan manusia dalam suatu asosiasi dan juga antar
asosiasi perlulah menelaah konsep Al Farabi mengenai hal-hal yang digunakan
individu maupun asosiasi untuk memperoleh kebahagiaan. Cara ini menggunakan dua
metode: instruksi (pengajaran) dan pembentukan karakter. Pengajaran berarti
memperkenalkan kebajikan teoretis denga cara persuasi (ucapan). Sedangkan
pembentukan karakter adalah metode memperkenalkan kebajikan moral dan seni
praktis dengan cara membiasakan bangsa dan penduduk melakukan tindakan-tindakan
yang bersumber dari keadaan praktis karakter. Pembentukan karakter dilakukan
dengan persuasi dan perbuatan (tekanan). Tekanan dilakukan pada penduduk kota
yang keras kepala dan bandel yang tidak mendukung kebaikan dengan suka hati dan
akemauan sendiri melalui argumen. Tekanan juga dikenakan pada mereka yang tidak
mau mengajarkan kepada orang lain ilmu-ilmu teoretis yang dikuasainya.
Dari struktur hierarki asosiasi ini jelaslah
bahwa asosiasi yang lebih kecil tunduk pada asosiasi yang lebih besar. Ini
menyebabkan campur tangan asosiasi yang lebih besar kepada asosiasi yang lebih
kecil. Tetapi Al Farabi mengakui bahwa eksistensi asosiasi yang lebih kecil dan
sempurna akan membentuk asosiasi yang lebih besar. Maka masalah asosiasi yang
lebih besar yang mengitervensi asosiasi yang lebih kecil tidak lagi penting,
karena kepemimpinan atas asosiasi yang lebih kecil digunakan oleh dan merupakan
perpajangan dari kepemimpinan asosiasi yang lebih besar. Jadi pada dasarnya
asosiasi atau bangsa yang lebih kecil telah memiliki otonomi sendiri.
Asosiasi dan Agama
“... Jelaslah bahwa semua ini mustahil kecuali
kota memiliki agama yang sama, yang akan menyatukan pedapat, keyakinan dan
pendapat masyarakat. Ini akan menyelesaikan terjadinya pengotakan dalam
masyarakat dan juga menata serta mengorganisasikan denga tepat. Dengan begitu
masyarakat akan saling bantu satu sama lain untuk mencapai tujuan yang
didambakan yaitu kebahagiaan puncak”. ( Al Farabi, The Book of Religion)
Dari
pernyataan diatas Al Farabi berpendapat bahwa adanya satu agama akan lebih
menguntungkan bagi keuntungan manajerial profan penguasa. Al Farabi dari
paragraf pertama dari buku yang sama, mendefinisikan agama sebagai berikut : ”
agama terdiri dari pendapat dan tindakan yang ditentukan dan dibatasi oleh
kondisi yang digariskan untuk suatu komunitas oleh penguasa pertamanya”. Agama
disini tidak hanya agama yang diwahyukan, seperti islam, kristan, yudaism, dan
sebagainya. Tetapi agama yang palsu dan tidak benar.
Etika dalam Pemikiran Al Farabi
Jiwa sebagai sumber Kompetensi Etis
Dalam Nichomachean Etics
karya Aristoteles menyatakan bahwa daya-daya utama atau bagian-bagian jiwa ada
lima: nutritif, sensitif, imajinatif, syahwaniah, dan rasional. Dari yang
disebutkan diatas yang terakhirlah yang memiliki fungsi etis tersendiri. Lewat
daya inilah seseorang mempertimbangkan apa yang hendak dikerjakan, kapan saja
ia berkehendak melakukannya, apakah itu bisa dilakukan atau tidak dan bagaimana
itu bisa dilakukan. Lewat daya ini juga manusia dapat menalar dan berfikir,
mencapai ilmu-ilmu dan seni-seni dan membedakan mana yang benar dan yang salah.
Kebahagiaan Puncak sebagai Tujuan Kehidupan Etis
Bagi Al Farabi, tujuan puncak keberadaan manusia adalah
mencari kebahagiaan utama (supreme happinness). Al Farabi menyamakan
kebahagiaan utama denga kebaikan mutlak. kebaikan mutlak ini adalah tuhan,
mengingat dia adalah tujuan yang dibaliknya taak ada lagi tujuan yang dicari
lewat sarana kebahagiaan. Maksudnya adalah kesempurnaan final manusia
dikehidupan akhirat.
Al Farabi menjelaskan
bahwa kebahagiaan utma dikehidupan akhirat tergantung pada kebahagiaan didunia
sekarang ini yang disebut sebagai kesempurnaan pertama manusia. Dalam pandangannya,
jiwa akan selalu hidup. Kebahagiaan dalam kehidupan akhirat merupakan
konsekuensi dari keadaan kesehatannya dalam kehidupan di dunia. Yang
dimaksudkan Al Farabi keadaannya dan keadaan bagian-bagiannya yang dengannya ia
selalu menyelnggarakan perbuatan baik dan mulia serta tindakan yang adil.
Teori tentang Kebajikan
menurut Al Farabi,
tidaklah mungkin bahwa seseorang sejak lahir dianugerahi sifat baik dan buruk.
Tetapi boleh jadi ia dianugerahi kesiapan alami baik dan buruk. Kesiapan ini
melalui praktik dapat berkembang menjadi suatu kebiasaan. Sekali suatu sifat
tertanam lewat kebiasaan ia akan sulit dihilangkan. Meski merupakan
kekecualian, orang yang didalamnya semua kebajikantlah telah tertanam lewat
kebiasaan akan mengungguli sesamanya dan dapat dikatakan sebagai telah naaik ke
tingkatan supra manusia dan dialah yang seharusnya menjadi pemimpin.
Negara sebagai Wahana Pendidikan Etika
Upaya untuk mengembangkan
etika yang dapat membawa orang kepada kebahagiaan puncak dalam kehidupan kini
dan kehidupan akhirat harus dilakukan perkumpulan-perkumpulan politik. Umumnya
manusia mengalami kesulitan dalam menjadikan etika sebagai habitusnya. maka,
perlulah pembinaan dari negara yang berada dibawah pimpinan seorang pemimpin
yang bajik.
Tentang Kejahatan
Menurut Al Farabi
kejahatan sebagai “entitas kosmik” sesungguhnya sama sekali tidak ada (non
existan).Aapapun yang ada di alam semesta ini adalah sepenuhnya baik. Satu-satunya
kejahatan yang ada didunia ini adalah “kejahatan sukarela” yang mengambil
bentuk ketiadaan kebahagiaan/kebahagiaan puncak dan ini disebut sebagai
kedurjanaan. Kejahatan ini dilakukan dengan tindakan-tindakan sukarela yang
mengarah pada kedurjanaan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar