Rabu, 04 Desember 2013

bank


MENEGAKKAN SYARIAT ISLAM DALAM BIDANG EKONOMI
Tahun 2013










BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Al Quran adalah kalam Allah yang diturunkan kepada umat manusia untuk dijadikan pedoman hidup agar mendapatkan jalan yang lurus. Terdapat banyak ayat-ayat al quran yang menyeru umat manusia untuk rajin bekerja agar bisa memenuhi kebutuhan hidup dan mencela orang-orang pemalas. Tetapi tidak semua kegiatan ekonomi dibenarkan dalam al quran apabila kegiatan itu memiliki watak yang merugikan banyak orang dan menguntungkan sebagian kecil dari mereka dan pasti akan ditolak seperti halnya perbuatan riba.
Salah satu lembaga yang saat ini menggunakan sistem riba adalah bank. Dewasa ini banyak orang-orang islam yang telah menggunakan jasa bank untuk meminjam atau menabungkan uang mereka kedalam lembaga bank. Hal ini membuat sekelompok orang islam untuk mendirikan bank yang diperbolehkan islam dan dinamakan bank syari’ah.    

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian bank syariah ?
2.      Apa saja tujuan operasional bank syari’ah !
3.      Sebutkan prinsip-prinsip bank syariah !
4.      Bagaimana pandangan ulama tantang bank syariah ?
5.      Bagaimanapendapat para ulama tentang bunga bank !
6.      Sebutkan sistem pengganti bunga dalam Islam!






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian bank syari’ah
Bank syari’ah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan operasionalnya pada bunga. Bank islam atau biasa disebut dengan bank tanpa bunga, adalah lembaga keuangan atau perbangkan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada al qur’an dan hadits nabi saw.[1] dengan kata lain, bank islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syari’at islam.

B.     Tujuan operasional bank syari’ah
Setiap lembaga keuangan syari’ah mempunyai tujuan yaitu mencari keridhoan Allah swt untuk memperoleh kebajikan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan yang di khawatirkan menyimpang dari tuntutan agama, harus di hindari. Berikut ini beberapa tujuan dari bank syariah antara lain :
1.      Menjauhkan diri dari unsur riba

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (al-baqarah:275).

Menghindari penggunaan system prosentasi untuk pembebanan biaya terhadap hutang atau pemberian imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur meliputi untuk menggandakan uang secara otomatis karena berjalannya waktu (ket. Qs. Al imron: 130)
Menghindari penggunaan system perdagangan atau penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya agar memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas (ket. H.r. muslim bab riba nomor 1551-1567)
Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka tambahan atas hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai hutang secara sukarela (ket. H.m. muslim, bab riba nomor 1569-1572). 
2.      Menetapkan system bagi hasil dan perdagangan, dengan mengacu pada al qur’an surat al baqarah ayat 275 dan an nisa’ ayat 29, maka setiap transaksi kelembagaan syari’ah harus dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang.

C.    Prinsip-prinsip bank syari’ah
Prinsip syari’ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, dan kegiatan lainnya yang sesuai dengan syari’ah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syari’ah antara lain :
1.      Prinsip keadilan
Prinsip ini tercemin dari penerapan imbalan atats dasar bagi hasil dan pengambilan margin yang disepakati bersama antara bank dan nasabah.[2]
2.      Prinsip kemitraan
Bank syariah menetapkan nasabah penyimpanan dana, nasabah pengguna dana maupun bank pad kedudukan yang samadan sederajat dengan mitra usaha. Hal ini tercermin dalam hak, kewajiban, resiko dan keuntungan yang berimbang diantara nasabah penyimpanan dana, nasabah pengguna dana maupun bank.dalam hal ini bank berfungsi sebagai intermediary institution lewat skim-skim pembiayaan yang dimilikinya
3.      Prinsip keterbukaan
Melalui laporan keuangan bank yang terbuka secara berkesinambungan, nasabah dapat mengetahui tingkat keamanan dana dan kualitas manajemen bank
4.      Universalitas
Bank dalam kedudukan operasionalnya tidak membedakan suku-suku, agama, ras dan golongan agama dalam masyarakat dengan prinsip islam sebagai rahmatan lil alamin.
Prinsip perbankan syariah pada akhirnya akan membawa kemaslahatan bagi umat karena menjanjikan keseimbangan sistem ekonominya.

D.    Pandangan ulama’ mengenai bank syari’ah
1.Majlis tarjih dan tajdid muhammadiyah
Majlis tarjih muhammadiyah pada tahun 1968 memutuskan bahwa bunga bank milik pemerintah termasuk masalah shubhat dan bahkan pada tahun 2006 memutuskan fatwa haram. Adapun masalah keputusan tarjih sebagai berikut :
a.       Hasil keputusan hukum harus ditaati namun keputusan masalah sosial ekonomi, majlis tarjih harus melibatkan kepada para ekonom supaya hasilnya bisa membumi dan fatwa haramnya bunga bank tidak perlu ditanfidh.
b.      Bank dibutuhkan dalam dunia perekonomian, berfungsi sebagai intermediary tetapi tidak setuju dengan sistem bunga karena riba dan menimbulkan eksploitasi. Sedangkan adanya bank syari’ah sangat ditunggu umat islam untuk menghindari bunga.[3]
c.       Masih dibolehkannya menjadi nasabah bank konvensional selama bank syari’ah belum benar-benar siap dan dengan dasar keterpaksaan atau dharurat.
2.Nahdlatul ulama’
Dalam musyawarah nasional alim ulama nu pada 1992 di lampung, para ulama nu tidak memutuskan bahwa hukum bunga bank haram mutlak. Memang ada beberapa ulama yang mengharamkan, tetapi ada juga yang membolehkan karena alasan darurat dan alasan-alasan lain. Namun demikian, dalam munas saat itu, ulama nu sudah merekomendasikan kepada negara agar segera memfasilitasi terbentuknya perbankan syariah atau perbankan yang menggunakan asas-asas dan dasar hukum islami dalam bertransaksi.[4]
3.Majlis ulama’ indonesia
Mui mengharamkan bunga bank sejak tahun 2003, menurut kiai ma'ruf, agar masyarakat terhindar dari hukum haram bunga bank, sementara tetap bisa menyimpan uangnya dengan aman, bank syariah bisa menjadi solusinya. Sebab, hukum keharaman bunga bank itu tidak sekedar adanya timbal-balik dari simpanan kita, tetapi juga dana yang kita simpan di bank yang juga digunakan untuk upaya riba. "dulu, sebelum ada bank syariah, kita menyimpan dana di bank karena alasan darurat. Kalau hukumnya ya tetap saja sama, bunga bank itu ya haram. Kalau sekarang, setelah ada bank syariah, harus dipindahkan ke bank syariah, bank tanpa bunga," terangnya.[5]

E.     Bunga Bank
1.      Pendapat para ulama tentang bunga bank
Pada garis besarnya para ulama terbagi menjadi tiga bagian dalam menghadapi masalah bunga bank ini, yaitu kelompok yang mengharamkan, kelompok yang menganggab subhat (samar), dan kelompok yang yang menganggap halal.[6]
Muhammad zarqa, abul a’la al mauddudi, muhammad abduh al arabi, dan muhammad nejjatullah shiddiqi adalah kelompok ulama yang mengharamkan bunga bank. Menurut nejjatullah assidiqi ada beberapa alasan mengapa bunga bank diharamkan oleh agama :
a.       Bunga bersifat menindas (dzalim) yang menyangkut pemerasan
b.      Bunga memindahkan kekayaan dari orang miskin kepada orang kaya yang kemudian dapat menciptakan ketidakseimbangan kekayaan.
c.       Bunga dapat menciptakan kondisi manusia menganggur, yaitu penanam modal dapat menerima setumpukan kekayaan dari modal bunganya sehingga mereka tidak lagi bekerja untuk menetupi kebutuhan hidupnya.
Menurut ahmad  ashar basyir, bank merupakan lembaga vital dalm dunia perekonomian modern. Suatu kenyataan yang jelas bahwa tidak ada umat islam yang tidak bermuamalah dengan bank dewasa ini dengan pertimbangan dalam keadaan dlarurat.mustafa ahmad al zarqa berpendapat sebagai berikut :
1.      Sistem perbankan yang berlaku hingga kini dapat diterima sebagai suatu penyimpangan yang bersifat sementara. Dengan kata lain sistem perbankan merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari sehingga umat islam dibolehkan bermuamalah atas dasar pertimbangan dlrurat, tetapi umat islam senantiyasa mencari jalan keluar
2.      Pengertian riba hanya dibatasi hanya mengenai praktek riba dikalangan arab jahiliyah, yaitu suatu pemerasan dari orang kaya terhadap orang miskin dalam utang piutang yang bersifat konsumtif, bukan utang piutang yang bersifat produktif 
3.      Bank-bank dinasionalisasi sehingga menjadi perusahaan negara yang akan menghilangkan unsur-unsur eksploitasi.[7]
Pendapat ketiga adalah pendapat yang menghalalkan bunga bank. Pendapat ini dipelopori oleh a. Hasan. Alasan yabg digunakan adalah firman allah swt. :
 hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat    ganda”(ali imron 130).

Jadi, yang termasuk riba adalah bunga yang berlipat ganda. Bila bunga hanya dua persen dari modal pinjaman itu, maka tidak dikatakan riba.

F.     Pengganti sistem bunga
Apabila bunga di bank wajib dihapuskan agar semua umat yang terkait terbebas dari perbuatan riba, maka ditentukan alternatif lain untuk mengatasi persoalan-persoalan yang akan timbul. Antara lain dengan cara-cara sebagai berikut :[8]
1.      Wadi’ah (titipan uang, barang, dan surat-surat berharga lainnya)
Dalam operasinya bank islam menghimpun dana dari masyrakat dengan cara menerima deposito berupa uang, benda, dan sebagian surat-surat berharga sebagai amanat yang wajib dijaga keselamatannya oleh bank islam. Bank berhak menggunakan dana yang didepositikan tanpa harus membayar imbalannya. Namun, bank harus dapat menjamin bahwa dana itu dapat dikembalikan tepat pada waktu pemilik deposito memerlukannya.
2.      Mudharabah(kerjasama antara pemilik modal dengan pelaksana)
Dengan mudharabah ini bank islam dapat memberikan modal kepada pengusaha untuk perusahaannya dengan perjanjian bagi hasil, baik untung maupun rugi sesuai perjanjian yang telah ditentukan sebelumnya.
3.      Musyarakah/syirkah(persekutuan)
Dengan musyarakah ini pihak bank dan pihak pengusaha sama-sama mempunyai andil (saham) pada usaha patungan, maka kedua pihak ikut berpartisipasi mengelola usaha patungan dan menanggung untung ruginya bersama atas dasar perjanjian profit and sharing.
4.      Murabahah (jual beli barang dengan tambahan harga pembelian pertama secara jujur)
Murabahah ini pada hakikatnya adalah seseorang ingin mengubah bentuk bisnisnya dari kegiatan pinjam-meminjam menjadi transaksi jual beli. Dengan sistem ini bank dapat menyediakan barang-barang yang diperlukan oleh pengusaha untuk dijual lagi dan bank meminta tambahan harga atas harga pembelinya. [9]
5.      Qard hasan (pimjaman yang baik)
Bank islam dapat memberikan pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik terutama para nasabah yangmemiliki deposito  di bank islam. Peminjam tanpa bunga ini dilakukan sebagai service dan penghargaan kepada para deposan . Karena deposan tidak menerima bunga atas depositonya dari bank islam . Bank islam juga dibolehkan menggunakan modalnya dan dana yang terkumpul untuk investasi langsung dalam berbagai bidang usaha yang dapat menghasilkan laba. Dalam hal ini bank sendiri yang melakukan pengaturannya secara langsung.
6.      Bank islam boleh mengelola zakat di negara yang pemerintahannya tidak mengelola zakat secara langsung. Bank islam juga dapat menggunakan sebagian zakat yang terkumpul untuk proyek-proyek yang produktif dan hasilnya untuk kepentingan agama dan umum.
7.      Bank islam juga boleh menerima dan memungut pembayaran untuk :
a.       Mengganti biaya-biaya yang langsung dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan pekerjaan untuk melayani para nasabah , misalnya : biaya materai, telpon, dan lain-lain
b.      Membayar gaji para karyawan bank yang melakukan pekerjaan untuk kepentingan nasabah, untuk sarana dan prasarana yang disediakan oleh bank, dan biaya administrasi pada umumnya.[10]






























BAB III
PENUTUP

Kesimpulan 
Bank syari’ah merupakan implementasi dari bank islam dengan ciri tanpa bunga/riba. Bank ini sebenarnya sama dengan bank konvensional pada umumnya, yang membedakannya kalau bank syari’ah memakai system bagi hasil sedangkan bank konvensional memakai sistem bunga. Mui dan muhammadiyah mengharamkan adanya bunga bank karena hal ini sama dengan riba sedangkan nu masih khilafiyah, ada sebagian yang membolehkan dengan alasan dharurat ada juga yang mengharamkannya, akan tetapi semuanya mendukung adanya bank syari’ah sebagai lembaga perekonomian yang berdasarkan syari’at islam (tidak ada unsur riba di dalamnya).

















Daftar Pustaka

A.M.Saefuddin, Pemikiran Ekonomi Islam, LIPPM, 1986
Dr.Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al Hadits wa Musthalahu (Bairut: Dar al Fikri,1989)






 
 

[1] Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al Hadits wa Musthalahu (Bairut: Dar al Fikri,1989), hlm. 46-50
[4] Ibid
[6] A.M.Saefudin,pemikiran ekonomi islam,LIPPM,1986, hal.186
[7] Riba,Utang Piutang Dan Gadai,Al Maarif, Bandung, 1983, hal 28
[8] Dr. H. Hendi Suhendi, fiqih muamalah, Jakarta, hal 284
[9] Ibid
[10] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar